Skip to main content

Al Umm Madrosatul Ulaa

                    Ganti menteri ganti kurikulum” begitu kira-kira adagium yang melekat dalam benak masyarakat ketika dihadapkan dengan pergantian menteri, khususnya menteri pendidikan. Kurang lebih sudah lima bulan Anies Baswedan lengser dari jabatannya (27 Juli 2016) sebagai Mendikbud yang kemudian digantikan dengan Muhajir Effendy, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur.  Bukan tanpa alasan jika mendikbud baru menggagas sistem FDS. Menurutnya, penerapan sistem FDS diharapkan bisa membangun karakter siswa dengan memberikan program tambahan di sekolah. Ketika orangtua sibuk dengan pekerjaanya, alangkah baiknya anak berada di sekolah dibawah bimbingan guru, dari pada sendiri di rumah sangat riskan bagi pertumbuhan sikap dan perilaku anak. Anak tanpa pengawasan orangtua cenderung liar dan mudah berperilaku negatif. Begitu kira-kira pandanganMuhajir Efendy dengan FDS-nya...

TEKNOLOGI........Untuk Apa????

 teknologi untuk apa


              Hari ini, kita semua, yang hidup di era sekarang layak dan sangat patut bersyukur karena diberi kemudahan dalam banyak hal dibanding umat-umat sebelum kita. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi umat manusia mengalami kemajuan yang tak pernah terbayangkan oleh umat-umat terdahulu.


Bagi umat Islam contoh yang paling nyata adalah Al-Qur’an. Kitab Suci bagi Muslim ini sekarang jauh lebih mudah dan nyaman dibaca dibanding mushaf Al-Qur’an yang dimiliki umat periode awal, terutama para sahabat dan tabi’iin. Kini Al-Qur’an dengan harakat, tanda baca, bahkan keterangan tajwidnya disertakan untuk mempermudah membacanya.

Padahal dulu Al-Qur’an tanpa harakat, bahkan tanpa titik, yang tentu tanpa belajar sungguh-sungguh akan sulitlah hanya untuk sekedar mampu membacanya. Demikian pula buku-buku, dari ilmu fikih, hadist, tasfir, dan lain sebagainya, segala ilmu, begitu mudah kita peroleh di toko-toko buku dan perpustakaan.

Kehadiran internet, DVD, dan alat-alat elektronik lainnya telah memberi jalan super cepat bagi kita semua untuk belajar tentang Islam. Belum lagi acara televisi dari subuh, setiap hari, pasti ada siraman rohani yang dapat kita nikmati di mana saja. Tinggal pencet remot, tittt, maka acara keagamaan bisa kita saksikan dengan beragam pilihan.

Kami yakin, sebagian besar dari kita sudah belajar dengan aneka media yang menghampar begitu banyaknya. Lewat handphone yang kita pegang, berbagai aplikasi, data, dan layanan memberi kemudahan kita setiap saat untuk belajar memperdalam ilmu agama kita.

Dengan berbagai kemudahan belajar itu sudah sewajarnya jika era kita sekarang lebih pintar, lebih berpengetahuan, dan lebih beradab dibanding era-era sebelumnya. Tak salah jika ada yang mengatakan, satu edisi koran Kompas harian, isinya jauh lebih banyak dari apa yang dipelajari oleh manusia awam abad 16 dan 17. Bayangkan, itu baru satu hari koran yang kita baca, belum televisi, majalah, jurnah, pengajian, pendidikan formal dst. Artinya, sekali lagi, pengetahuan manusia era sekarang, Muslim saat ini, dengan Muslim sebelumnya seharusnya lebih banyak, lebih luas dan beraneka ragam.

Tetapi jika kita melihat realitas sekeliling kita; grafik kejahatan, dari pembunuhan, kekerasan, korupsi dan lain sebagainya, tidak menurun tapi cenderung naik. Kecelakaan lalu lintas, bencana alam, terutama banjir, bukan berkurang tapi bertambah dan terus bertambah.

Apa kaitannya kejahatan dan bencana dengan berbagai kemudahan belajar yang kita miliki? Jelas, sangat jelas berkaitan. Sebab berbagai kejahatan dan bencana itu tidak lepas dari perilaku kita.

Di sini tampak gap yang nyata antara pengetahuan atau ilmu dengan amal yang dilakukan. Ilmu kita banyak, tetapi amal kita terhadap ilmu itu kurang, bahkan nol, atau mungkin lebih parah, minus. Diperintahkan melakukan kebaikan dan dilarang melakukan keburukan, tetapi prakteknya melakukan keburukan dan kurang melaksanakan kebaikan.

Kita saat ini lebih banyak mengunyah, memasukkan berbagai pengetahuan, tetapi dipendam, disimpan, tak diolah menjadi perilaku dan akhlak harian. Kita bisa bayangkan, diri kita seperti orang yang memasukkan apa saja ke mulut. Kita  makan, kita kunyah, tetapi sama sekali tidak kembali keluar menjadi keringat, menjadi energi, atau sekedar keluar sebagai kotoran. Mengunyah dan terus mengunyah, hingga akhirnya menjadi penyakit dan merusak diri kita.

Kita tahu, Islam mengajarkan menyambung silaturrahmi, tetapi faktanya kita bisa saksikan banyak yang memutus silaturahmi, karena kepentingan pribadi atau kelompok, atau bahkan kepentingan politik sesaat.

Kita tahu bahwa kebersihan adalah bagian dari iman, penyebab banjir, atau lebih luas, berbahaya bagi lingkungan. Tetapi faktanya kita melihat dari rakyat biasa, pejalan kaki hingga yang bermobil mewah buang sampah sembarangan. Buka kaca mobil, dan keluarlah botol minuman atau plastik sampah di jalan.

Kita tahu pembunuhan itu dosa, tapi setiap hari berbagai kasus pembunuhan berulang-ulang terus terjadi. Lagi dan lagi, angka dan beritanya naik dan terus naik.

Kita tahu bahwa polusi berbahaya bagi kesehatan bumi kita. Tetapi tiap saat jutaan kendaraan yang tak ramah lingkungan bertambah dan terus bertambah tanpa hirau akan akibatnya.

Inilah karakter yang oleh Allah disebut layaknya keledai.

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka (kitab suci) Taurat, kemudian mereka tiada menunaikannya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab besar lagi tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allâh tiada memberi petunjuk bagi kaum yang zhalim” [al-Jumu`ah/62:5]

Ayat ini memberi umpama bagi siapa saja yang memiliki pengetahuan agama yang banyak, tetapi ia tidak mengamalkannya, layaknya keledai yang mengangkut kitab-kitab dipunggungnya, tidak memberi tambahan manfaat, bahkan memberi beban kepadanya.

Karena itu mari dengan ilmu yang ada kita amalkan. Meski sedikit ilmu, tapi semua diamalkan, jauh lebih baik daripada banyak ilmu tetapi tidak bermanfaat sama sekali. Sebab ilmu tanpa manfaat, tidaklah membawa kebahagiaan, justru sebaliknya menjadi sebab bencana abadi, yang akan dituntut nanti di akhirat. Sebagaimana yang telah disabdakan Nabi Muhammad SAW:

لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ اَرْبَعٍ : عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَا فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَه  وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ

“Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai ditanya tentang umurnya, bagaimana ia menghabiskannya; tentang ilmunya; apa yang ia kerjakan dengannya; tentang hartanya, dari manakah dia mendapatkannya dan bagaimana ia membelanjakannya, serta tentang raganya; bagaimana ia mempergunakannya”.

Dengan gadget yang kita miliki, smartphone, tablet, dan lain sebagainya menjadi sarana penguat amal kita. Sebab Islam bukan agama dalil belaka, bukan agama ilmu saja, tetapi sesungguhnya ia adalah agama amal, praktek di dalam kehidupan sehari-hari. Satu helaan bersama nafas mukmin, seiring gerak langkah seorang muslim. Wallahu a’lam

Comments

Popular posts from this blog

Madrasah Idaman?

MADRASAH harapan menuju kesuksesan             Kita harus ingat tujuan utama dari kita berSekolah yakni menuntut ilmu. Terkadang idaman segelintir orang adalah bisa masuk MADRASAH yang ternama. Menurut saya, MADRASAH ternama sekalipun belum bisa di katakan MADRASAH idaman. Idaman kita semua dari berSekolah tentulah menjadi orang sukses dikemudian hari. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses. Jadi, menurut saya, MADRASAH idaman itu ialah MADRASAH yang mampu mengasah dan membentuk siswanya dalam sebuah proses yang diminati dan dipahami agar menjadi siswa yang siap untuk menjalani masa depannya. Untuk menciptakan MADRASAH idaman dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, salah satunya adalah guru. Guru tak hanya terampil dalam mengajar mata pelajarannya tetapi juga harus bisa menciptakan suasana yang nyaman bagi para siswanya agar para siswa semangat dalam belajar dan juga mengajarkan nilai moral dan etika, tidak hanya menuntut siswa dengan nilai sedangkan...

PENDAFTARAN RA NURUL HUDA 1 KEPATIHAN

SYARAT SERTIFIKASI JALUR PPG 2016

Sertifikasi guru tahun 2016 dilaksanakan melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Guru calon peserta sertifikasi guru melalui PPG mengikuti seleksi administrasi yang dilakukan oleh dinas pendidikan. Semua guru calon peserta sertifikasi guru melalui PPG yang telah memenuhi persyaratan administrasi diikutkan dalam seleksi akademik berbasis data hasil uji kompetensi guru (UKG). Sertifikasi guru melalui PPG ini bagi guru yang diangkat setelah 2005. Persyaratan Peserta Sertifikasi Guru Pendidikan Profesi Guru Guru di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang belum memiliki sertifikat pendidik. 1.        Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). 2.        Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari perguruan tinggi yang memiliki program studi yang terakreditasi atau minimal memiliki ijin penyelenggaraan. 3.   ...