Ganti menteri ganti kurikulum begitu kira-kira adagium yang melekat dalam benak masyarakat ketika dihadapkan dengan pergantian menteri, khususnya menteri pendidikan. Kurang lebih sudah lima bulan Anies Baswedan lengser dari jabatannya (27 Juli 2016) sebagai Mendikbud yang kemudian digantikan dengan Muhajir Effendy, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur. Bukan tanpa alasan jika mendikbud baru menggagas sistem FDS. Menurutnya, penerapan sistem FDS diharapkan bisa membangun karakter siswa dengan memberikan program tambahan di sekolah. Ketika orangtua sibuk dengan pekerjaanya, alangkah baiknya anak berada di sekolah dibawah bimbingan guru, dari pada sendiri di rumah sangat riskan bagi pertumbuhan sikap dan perilaku anak. Anak tanpa pengawasan orangtua cenderung liar dan mudah berperilaku negatif. Begitu kira-kira pandanganMuhajir Efendy dengan FDS-nya...
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan ingin agar keberagaman budaya tertanam pada generasi muda melalui pelajaran di sekolah. Ia pun membebaskan para guru di seluruh Indonesia untuk membuat rencana pembelajaran atau silabus sesuai dengan kearifan lokal di daerahnya masing-masing.
"Sekarang sekolah harus menyelesaikan sendiri silabusnya. Kalau silabus dikunci dari Jakarta semua, tidak akan ada keberagaman," ujar Menteri Anies di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (18/4/2016).
Selama ini kurikulum diseragamkan dari pusat. Sehingga para pengajar terfokus untuk menyelesaikan materi yang telah dikunci dari pemerintah pusat. Dengan kebijakan ini, kata Anies, diharapkan para guru mampu memacu kreativitas dalam menyesuaikan kurikulum sesuai kondisi sekolah dan siswa yang diajar.
"Guru-guru kita ini banyak yang kreatif. Tapi masalahnya banyak yang bilang, kalau saya berbeda, saya melanggar aturan, akhirnya dikerjakan diam-diam. Kalau ada pengawasan, baru mereka ikuti aturan kita. Sekarang enggak. Kita kasih ruang," tutur dia.
Namun, lanjut Anies, bukan berarti kebebasan tersebut tanpa pengawasan dari pemerintah. Sebab pemerintah pusat akan menyiapkan standar kompetensi. Selanjutnya, kata dia, para guru mengembangkan dengan membuat silabus sendiri sesuai kondisi lingkungannya.
"Jadi harapannya, keragaman dan kreativitas muncul di situ," pungkas Anies
Sumber : liputan6
Comments
Post a Comment