Ganti menteri ganti kurikulum begitu kira-kira adagium yang melekat dalam benak masyarakat ketika dihadapkan dengan pergantian menteri, khususnya menteri pendidikan. Kurang lebih sudah lima bulan Anies Baswedan lengser dari jabatannya (27 Juli 2016) sebagai Mendikbud yang kemudian digantikan dengan Muhajir Effendy, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur. Bukan tanpa alasan jika mendikbud baru menggagas sistem FDS. Menurutnya, penerapan sistem FDS diharapkan bisa membangun karakter siswa dengan memberikan program tambahan di sekolah. Ketika orangtua sibuk dengan pekerjaanya, alangkah baiknya anak berada di sekolah dibawah bimbingan guru, dari pada sendiri di rumah sangat riskan bagi pertumbuhan sikap dan perilaku anak. Anak tanpa pengawasan orangtua cenderung liar dan mudah berperilaku negatif. Begitu kira-kira pandanganMuhajir Efendy dengan FDS-nya...
tentang kesalahan-kesalahan fatal guru dalam memberikan nilai....
Penilaian adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran karena penilaian merupakan tempat siswa mengetahui sejauh mana pengetahuan yang ia dapat, sejauh mana keterampilan yang ia punya dan sejauh mana sikap yang ia miliki dalam dirinya.
Penilaian guru mempunyai cara yang berbeda-beda (Penilaian kompetensi sikap) dalam menilai peserta didiknya ada dengan cara penilaian peserta didik terhadap peserta didik lainnya, penilaian diri, (Penilaian kompetensi pengetahuan) penilaian lewat tanya jawab, penilaian lewat tugas-tugas yang diberikan guru,penilaian lewat ulangan harian, penilaian lewat ujian tengah semester, dan penilaian lewat ujian akhir yang menentukan semua peserta didik apakah sudah bisa menguasai mata pelajaran yang ada disekolahnya.
Menilai berarti memberikan umpan balik. Jika guru ingin penilaiannya kepada siswa menjadi bermakna,
penting kiranya untuk mengetahui hal apa saja yang biasa terjadi dalam proses penilaian terhadap siswa.
1. Siswa jarang dinilai usahanya
2. Jika siswa dinilai usahanya biasanya dikarenakan nilai akademisnya tidak memenuhi standar dan baru kemudian guru menilai usaha atau karakter siswa
3. Karakter atau cara siswa bekerja hanya menjadi pelengkap
4. Siswa jarang mendapatkan umpan balik yang positif.
5. Guru merasa hanya harus berperan sebagaui hakim dan bukan sebagai ‘pelatih’ yang memulai semuanya dari hal yang siswa mampu dan bisa
6. Penilaian bersifat tertutup dan hanya menjadi kewenangan guru saja
7.Guru jarang merujuk pada apa sebenarnya yang ingin dinilai dari pembelajaran ini (indikator) dan cenderung merujuk pada bentuk dari penugasan itu sendiri (laporan, presentasi dll)
8. Penilaian dan penugasan cenderung dari itu ke itu saja (macamnya hanya pilihan ganda atau essay) alasan guru biar gampang memeriksanya
9. Guru jarang melibatkan siswa dalam menilai, ia sendirian menilai semua karya siswanya, sehingga waktunya banyak habis untuk mengoreksi
Sumber : https://gurukreatif.wordpress.com/
Comments
Post a Comment