Ganti menteri ganti kurikulum begitu kira-kira adagium yang melekat dalam benak masyarakat ketika dihadapkan dengan pergantian menteri, khususnya menteri pendidikan. Kurang lebih sudah lima bulan Anies Baswedan lengser dari jabatannya (27 Juli 2016) sebagai Mendikbud yang kemudian digantikan dengan Muhajir Effendy, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur. Bukan tanpa alasan jika mendikbud baru menggagas sistem FDS. Menurutnya, penerapan sistem FDS diharapkan bisa membangun karakter siswa dengan memberikan program tambahan di sekolah. Ketika orangtua sibuk dengan pekerjaanya, alangkah baiknya anak berada di sekolah dibawah bimbingan guru, dari pada sendiri di rumah sangat riskan bagi pertumbuhan sikap dan perilaku anak. Anak tanpa pengawasan orangtua cenderung liar dan mudah berperilaku negatif. Begitu kira-kira pandanganMuhajir Efendy dengan FDS-nya...
READ MORE
Hal itu adalah penting untuk memberikan anak-anak dosis yang sehat dari pendidikan agama sejak dini, mengajarkan mereka berbagai mitologi komparatif dan agama dari pendekatan fenomenologis. Anak-anak secara alami ingin tahu, dan apa yang lebih menarik daripada sistem kepercayaan kuno bahwa begitu banyak dari rekan-rekan dan nenek moyang kita telah mendedikasikan hidup mereka untuk mempercayai sebuah agama. Dengan mengajarkan mereka tentang agama-agama dunia, kita memberikan mereka informasi yang mereka cari dan mengisi kesenjangan dalam pengetahuan mereka dengan cara yang sama kita lakukan ketika kita mengajarkan tentang sejarah atau politik.
Melalui pendidikan di Studi Agama, kita belajar tentang mitos penciptaan dari berbagai budaya dan pengaruh mitos-mitos sebelumnya, tentang persamaan dan inkonsistensi dalam setiap sistem kepercayaan, dan bagaimana setiap agama telah berkembang dari sebuah kultus lokal untuk setara global yang modern.
Fakta bahwa orang mewarisi keyakinan agama mereka dari orang tua atau mentor anak lebih sering terjadi. Ada periode penting di mana seorang anak mulai bertanya tentang kehidupan dan bertanya-tanya tentang asal-usul keberadaan dan, dalam sebuah keluarga religius, pertanyaan-pertanyaan ini biasanya dijawab dalam konteks agama. Proses ini dimulai dari anak tersebut lahir, partisipasi paksa dalam ritual keagamaan dari usia muda, dan mengajar anak-anak yang terlalu muda untuk memahami bahwa agama mereka adalah satu-satunya yang benar, dan kadang-kadang bahwa semua orang lain akan terbakar di neraka.
Setelah anak sudah cukup besar untuk berpikir secara logis tentang kemungkinan kebenaran berbagai agama, biasanya sudah dalam tahap yang sedikit terlambat, karena instruksi agama telah begitu sukses memasuki kepribadian sang anak bahwa anak tidak lagi menerima kemungkinan bahwa mereka bisa salah dalam menafsirkan agama. Setelah semua, ide-ide ini diperkenalkan oleh anggota keluarga yang penuh kasih dan terpercaya, jadi tidak mungkin bagi mereka untuk memahami bahwa agam yang mereka jalankan juga bisa mengalami kesalahan dalam implementasinya.
Tapi ada harapan untuk memperbaiki kondisi tersebut. Dengan mendidik anak-anak tentang banyak agama di dunia, sejarah kuno dan modern, maka sang anak akan mulai berpikir kritis mana makna agama yang sebenarnya, sehingga resiko terjadinya penyimpangan intoleransi dalam kehidupan beragama akan dihindari dan anak bisa menerima perbedaan dengan lapang dada. Pentingnya pendidikan agama untuk anak wajib diimbangi dengan pemikiran positif agar anak sukses dikehidupannya.
Comments
Post a Comment